- MAN 5 Bogor Terbitkan Surat Edaran Klarifikasi Terkait Informasi PIP yang Beredar di Media Sosial
- Classmeet 2025 (Sporia Fest) Hari Ke-6: Semifinal dan Final Voli Putra-Putri Sukses Digelar
- Pemeliharaan dan Pemindahan Alat Laboratorium IPA Jelang Renovasi Ruang Lab. IPA
- KIR MAN 5 Bogor Ikuti Kegiatan SIBER KIR di SMAN 3 Tangerang
- MAN 5 Bogor Gelar Wisata Religi dalam Rangka Milad ke-30
- Pramuka MAN 5 Bogor Lakukan Pengecatan Tongkat untuk Persiapan “Kerang Arena Season 2”
- CLASSMEET 2025 (Sporia Fest) Hari Ke-4
- MAN 5 Bogor Gelar Classmeet 2025 “Sporia Fest” dengan Beragam Lomba Seru
- Rapat Koordinasi Renovasi Gedung MAN 5 Bogor Bersama Tim Kontraktor PUPR
- Ragam Produk Kokurikuler Lintas Mata Pelajaran MAN 5 Bogor Dipasarkan
Bukalah Hatimu untuk Sebuah Cinta kepada Sang Nabi
Sebuah Refleksi Oleh Moh. Syahlan, S.Pd.I, M.Ag (Guru Akidah Akhlak MAN 5 Bogor)

Keterangan Gambar : Moh. Syahlan, S.Pd.I., M.Ag Seorang Guru Akidah Akhlak di MAN 5 Bogor
Parung Panjang, 5 September 2025/ 12 Rabi'ul Awwal 1447 H, Apakah hati kita masih tega menutup diri dari kebahagiaan yang begitu agung—kebahagiaan atas lahirnya seorang manusia pilihan, Muhammad Saw, Sang Musthafa? Seorang bayi yang ketika lahir telah dinantikan oleh semesta, dirayakan oleh para malaikat, dan dipenuhi cahaya kasih sayang Ilahi. Jika kelahiran seorang anak di sekitar kita saja membuat kita tersenyum haru, bagaimana mungkin kita tidak berbahagia ketika Bunda Aminah melahirkan Sang Kekasih Allah?
Kita terbiasa merayakan banyak peristiwa. Ulang tahun keluarga, pernikahan sahabat, kelulusan sekolah, hari kemerdekaan bangsa, bahkan hari-hari yang kita tetapkan sendiri sebagai “hari bersejarah.” Kita bangga, kita bersyukur, dan kita merayakannya dengan penuh sukacita—tanpa pernah sibuk bertanya, “mana dalilnya.” Namun ketika tiba hari kelahiran Nabi Muhammad Saw justru ada sebagian hati yang ragu untuk turut bergembira. Bukankah itu sebuah ironi?
Cinta bukan perkara dalil semata, melainkan perkara rasa. Jika kita bisa berdiri dengan hormat saat lagu kebangsaan dikumandangkan, jika kita bisa menundukkan kepala penuh khidmat di hadapan bendera merah putih, mengapa kita merasa aneh bila dalam maulid kita berdiri untuk menyambut Sang Nabi dengan hati bergetar? Bukankah beliau lebih mulia daripada semua bendera, semua raja, dan semua pembesar yang pernah kita hormati?
Baca Lainnya :
- Doa dalam Islam: Wujud Pengabdian Hamba kepada Allah SWT0
- Artikel Guru: \"Syukur\" Kunci Menambah Nikmat dan Menjaga Keberkahan0
Lihatlah generasi muda hari ini. Betapa mudah mereka tersihir oleh artis pujaan. Mereka rela menunggu berjam-jam, berdiri penuh antusias, gemetar menahan haru, bahkan menitikkan air mata saat artis itu hadir. Mereka ingin memberi bunga, tanda tangan, atau sekadar berswafoto. Jika cinta kepada manusia biasa bisa sedemikian rupa membuat dada berdebar, lantas bagaimana seharusnya hati kita ketika mengingat dan menyambut junjungan kita, Muhammad Saw, yang tak hanya memberi hiburan, melainkan cahaya kehidupan?
Maulid bukan sekadar perayaan. Ia adalah cermin cinta. Ia adalah ruang rindu. Ia adalah momen kita membuka hati dan berkata: “Ya Rasulallah, kami mungkin tak pernah melihat wajahmu, tapi kami ingin selalu dekat denganmu.” Tidak perlu teori panjang, tidak perlu debat yang melelahkan. Cukup biarkan hati kita yang berbicara.
Sebab pada akhirnya, merayakan maulid bukan soal perbedaan pandangan, melainkan soal keberanian hati untuk mencintai. Soal kesediaan untuk merasakan getar Muhammad Saw dalam setiap detak jantung kita. Maka, bukalah hatimu. Biarkan cinta itu masuk, dan rasakan indahnya hidup yang dipenuhi cahaya Sang Nabi.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

.jpg)








